Judul Buku: Top 10 Masalah Islam Kontemporer
Penulis: Tohir Bawazir
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: pertama, Juni 2019
Tebal: 280 hlm
ISBN: 978-979-592-831-7
Rating: 4/5
Bila biasanya saya memilih buku bertema tazkiyatun nafs dan motivasi pengembangan diri sebagai bahan bacaan saya di akhir pekan. Kali ini saya mengambil sebuah buku yang lain dari biasanya. Awal mengetahui buku ini terbit, saya tertarik dengan warna covernya yang eye catching, namun sungguh tidak ada ketertarikan sama sekali dengan judulnya. Top 10 Masalah Islam Kontemporer, judul buku yang dicetak dengan font yang besar-besar itu sama sekali tidak menarik rasa penasaran saya. Saya orangnya termasuk cukup simpel, ngga mau cari masalah, jadi pencantuman kata “masalah” pada judul buku ini sudah cukup menjadi alasan untuk skip saja dan mari hunting buku yang lain.
Sampai pada suatu ketika, di group sebuah penerbit ternama, mengadakan giveaway dengan syarat yang sangat mudah, yakni cukup dengan mengetik kata “MAU” maka anda sudah berhak mendapatkan sebuah buku, dikirim langsung ke alamat gratis ongkos kirim, hanya untuk 20 orang pertama yang mengetik kata mau. Seketika itu jiwa emak-emak saya terpanggil haha, meskipun tau judul buku yang dijadikan giveaway bukan termasuk dalam daftar my wish list. Tapi, tak apalah toh bisa dijual lagi kan jadi duit haha.. maklum, saya kan selain jadi ibu rumah tangga muti talenan, juga menjaga sebuah online bookstore. Maka dengan cepat saya mengetik kata “MAU” sesaat setelah membaca info giveaway (eh ternyata meskipun saya sudah merasa paling cepat, masih ada 2 nomor lain yang duluan ngetik lho haha hebat nih).
Singkat cerita, buku hadiah giveaway “mau” pun datang. Baru, bersegel dan saya letakkan di meja kerja saya paling ujung, bersebelahan dengan kitab Maraqi Al-‘Ubudiyyah yang baru saya baca separuh dan belum minat melanjutkan membacanya lagi. Ya.. begitulah, selain moody menulis, ternyata membaca buku juga terpengaruh mood juga. Membaca jalan terus, namun mood mempengaruh judul buku yang akan dibaca (ini teori siapa sih? entahlah)
Dan, akhirnya kemarin, Jumat 6 September 2019, setelah 3 pekan buku hadiah itu bertengger di atas meja (emang burung bertengger?) saya memutuskan untuk segera mengambil dan membacanya (tidak jadi menjual buku hadiah giveaway). Taubat ceritanya, dan menyadari, kalau bisa jadi, tujuan penerbit membagi-bagikan 20 bukunya secara gratis adalah ingin mewakafkan sebagian bukunya, supaya bisa terhitung menjadi amal jariyah yang bermanfaat untuknya kelak, apabila buku wakaf tersebut dimanfaatkan dengan benar, diambil ilmunya, disebar luaskan ilmu dan manfaatnya.
Awal membaca nama penulisnya, tentu sangat familiar, karena hampir setiap pekan, saya transfer ke nomor rekening atas nama penulis tersebut (ya beliau adalah direktur utama sebuah penerbit buku-buku Islam, salah satu tempat kulakan buku-buku yang saya jual). Seperti biasa, saya selalu tertarik mengetahui profil penulis dari buku yang akan saya baca. Ini merupakan salah satu langkah preventif saya supaya tidak terhipnotis oleh buku secara lebay. Saya hanya memposisikan diri saya sebagai pembaca yang menikmati gagasan demi gagasan sang penulis buku dan mengambil hikmah atau manfaat yang bisa diambil bila ada.
Kekhawatiran dan berpikir untuk meletakkan kembali buku bersampul kuning abu-abu mulai semakin menggoda. Betapa tidak, saya membayangkan betapa beratnya topik bahasan di dalam buku kuning ini nanti. Bukannya malah terhibur, takutnya malah saya tidak berhasil mencerna dengan mudah inti bahasannya nanti. Tapi, di dalam hati saya mengatakan, saya tidak boleh menyerah begitu saja, dan saya harus bertanggung jawab atas amanah buku wakaf ini. Salah sendiri ikutan giveaway komen “MAU”, maka tuntaskan amanahmu sekarang nak. Yeah, itulah dua bisikan hati, yang satu berasa mau nyerah ga jadi baca buku kuning dengan bahasan yang tidak ringan ini. Dan satu lagi menyemangati saya supaya bertanggung jawab atas amanah buku hasil giveaway ini. Itu mungkin yang dimaksud dua sisi jiwa Taqwa dan Fujur ya? Bener ga?
Sebagai seorang ibu dengan 4 anak, tentunya harus memberikan contoh yang baik, harus terus menjaga semangat, tidak mudah menyerah dan alhamdulillah saya berhasil membuka plastik segel (wrapping) buku kuning ini. Halaman yang pertama menarik untuk saya baca adalah kata pengantar dan kata sambutan. Tidak seperti saran salah seorang ustadz ternama, kalau membaca buku lihat daftar isinya. Biasanya saya selalu langsung lompat ke daftar isi, namun kali ini berbeda, saya ingin membaca halaman kata pengantar dan kata sambutan karena ingin mengetahui tujuan penulisan buku ini. (Biasanya kan buku itu hadir sebagai solusi, kok bisa-bisanya buku ini menghadirkan 10 masalah top umat Islam? Ngeri-ngeri sedap ngga tuh baca judulnya?). Alhamdulillah setelah membaca halaman kata sambutan yang ditulis oleh seorang ulama kharismatik, Ustadz Abdul Somad, Lc. MA, saya jadi memahami bahwasannya buku ini bukan bermaksud memunculkan masalah baru, namun justru memberikan kunci jawaban atas persoalan klasik yang sering sekali muncul seolah tiada habis dipertanyakan pada setiap masa.
Umat Islam harus menjadi umat cerdas, yang harus move on dari persoalan-persoalan klasik yang hanya membuang energi, sehingga akhirnya lemah untuk berkontribusi dalam persoalan-persoalan kekinian dan gagap dalam menghadapi tantangan zaman. Ibaratnya, orang lain sudah keliling dunia, kita masih sibuk berdebat apakah bumi itu bulat atau datar?
Seperti itulah pesan ustadz Abdul Somad pada buku kuning ini yang tertulis di halaman kata sambutan.
Memang, tidak semua orang tertarik dengan permasalahan klasik seperti yang dibahas pada buku ini, terlebih apabila seseorang sudah teguh dalam prinsipnya, haqqul yakin dia akan mengabaikan persoalan-persoalan klasik seperti ini. Namun, hendaknya kita senantiasa ingat, bahwa meskipun kita tidak tertarik, sebaiknya mengetahui supaya suatu saat ada yang bertanya kepada kita, kita bisa menjelaskan duduk permasalahan dengan tepat dan memberikan jawaban dengan penuh hikmah. Minimal bisa menjelaskan permasalahan tersebut ke anak keturunan kita sendiri, ya kan.
Salah satu topik bahasan yang menarik perhatian saya adalah mengenai bentuk bumi itu bulat atau datar. Yang menarik adalah, saya baru ngeh, ternyata tidak semua orang meyakini bahwa bentuk bumi adalah bulat, meskipun globe sebagai bentuk miniatur bumi sudah banyak dijual dimana-mana. Menyenangkan bagi saya ketika membaca gagasan ide baru di luar kebiasaan. Tapi, satu hal yang harus diingat, sebelum membaca ide gagasan baru, apapun medianya entah buku ataupun artikel di sosmed ataupun di koran digital, alangkah baiknya kita membaca doa permohonan ilmu yang bermanfaat supaya apa yang kita baca benar-benar menjadi manfaat, bukan malah menjadi bumerang yang membahayakan.
Pembahasan yang runut dan sistematis saya temukan pada buku top 10 masalah Islam kontemporer. Namun, meskipun pembahasannya sistematis dan runut, penulis tetap memperhatikan diksi yang dipakai; ringan dan mudah dicerna (terutama oleh ibu rumah tangga biasa seperti saya). Saya memang termasuk pembaca buku khusus diksi yang mudah dan tidak berbelit. Nah, buku ini termasuk salah satu di antaranya.
Saya mengambil satu topik bahasan yang ingin saya kupas disini, yakni mengenai bumi itu bulat atau datar. Dari buku ini, saya baru mengetahui bahwa keyakinan bumi datar (flat-earth) pertama kali muncul di Eropa yang berangkat dari doktrin Gereja (lihat hal.24) dan terus berjalan hingga abad pertengahan, dimana keyakinan bahwa bumi itu datar masih mendominasi keyakinan di Eropa. Penulis (Tohir Bawazir) memberikan penjelasan dari beberapa sudut pandang; baik itu dari sains modern, pop culture sampai pandangan dari ulama-ulama yang sangat masyhur seperti Syaikhul Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin dll. Ini merupakan kelebihan buku ini, mampu menghadirkan data dan rujukan sesuai Al Quran dan Hadits. Sangat penting rujukan tersebut, mengingat di dalam Islam, semua ilmu apabila dirunut akan mengarah pada satu sumber, yakni Al Quran.
Yang lebih menyenangkan lagi adalah, apabila di banyak buku yang mengupas mengenai pertentangan pemikiran semacam ini pembaca akan dibiarkan, ditinggalkan sendirian untuk berpikir dan mencari jawaban, namun tidak di buku ini. Di akhir tiap pokok bahasan, penulis memberikan kesimpulan dan jawaban yang itu tentu saja sangat memudahkan pembaca untuk memahami inti permasalahan yang sebenarnya.
… bahwasanya, polemik bentuk bumi itu harus disudahi dan diyakini bahwa bentuk bumi sesungguhnya adalah bulat. (hal. 28)
Saya rasa, buku bersampul kuning abu-abu ini, cocok sebagai salah satu koleksi perpustakaan kami, karena bukan tidak mungkin suatu saat pertentangan gagasan ide akan muncul dan menyeruak kembali ke permukaan, dimana saat itu terjadi, saya sudah punya “kamus” penerjemahnya. Selamat membaca dan melahap pembahasan 9 topik yang lainnyak pada buku ini.